Sabtu, 15 Desember 2007

Pedoman meditasi secara mudah dalam kehidupan sehari-hari

Bagaimana bermeditasi itu ?
Pedoman untuk melakukan meditas dengan cara yang paling mudah, bermeditasi hanya sebentar, namun menghasilkan “Kekuatan pikiran yang tinggi” yang berkesinambungan (berbuat sedikit tapi memberikan hasil yang banyak), serta memenuhi kebutuhan batin sehingga mampu menjadi manusia yang sempurna.

Meditasi itu cocok untuk siapa ?
Meditasi cocok/sesuai* untuk semua orang, baik untuk anak-anak ataupun dewasa; yang pernah berlatih meditasi ataupun yang belum pernah sama sekali sesuai juga bagi orang yang sibuk. Kita perlu mencari waktu dalam hidup sehari-hari untuk dapat bermeditasi walaupun hanya sebentar.
*(cocok/sesuai) untuk setiap jenis kelamin, untuk segala usia, untuk setiap kesempatan/waktu, disetiap tempat)

Bermeditasi adalah usaha untuk membuat pikiran menjadi tanpa emosi apapun. Bila sudah dapat bemeditasi secara teratur, maka pikiran akan ringan, santai dan timbul ketenangan, kebahagiaan.

Bagaimana caranya dan kapan kita bermeditasi ?
Hanya dengan memusatkan pikiran untuk melafal kata Buddho di dalam hati. Setiap kali selama 5 menit. Setiap kali berjalan, duduk, ataupun tidu. Dalam 1 hari dibagi menjadi 3 waktu (pagi, siang, sore) disesuaikan dengan waktu yang ada.
Keseluruhannya menjadi 15 menit setiap hari dan harus dilakukan secara terus-menerus setiap hari tidak boleh terputus.

Bila dapat melakukan hal ini, dalam waktu 1 bulan berarti secara keseluruhan mencapai waktu 7 jam setengah (450 menit/bulan).
Ini merupakan batas waktu paling sedikit agar seseorang dapat menjalani kehidupan dengan perasaan bahagia (Batas waktu minimal dalam bermeditasi adalah 6 jam/bulan).

Sejarah Sangha Theravada Indonesia

Oleh : Cornelis Wowor, MA


Hingga pada pertengahan tahun 1970an umat Buddha di Indonesia terdiri dari banyak organisasi. Pada masa itu ada beberapa organisasi umat Buddha yang aktif di bidang pembinaan keagamaan tidak dibina oleh Sangha (yang ada waktu itu). Organisasi umat Buddha itu antara lain. Tridharma, Buddhis Indonesia, Persaudaraan Buddhis Indonesia, Federasi Buddhis Indonesia; juga ada banyak umat Buddha yang tadinya bergabung dengan organisasi umat Buddha yang telah ada, namun mereka keluar karena berpendapat tidak sesuai dengan kebijakan organisasinya. Para pimpinan organisasi umat Buddha ini sangat mendambakan agar umat Buddha anggota mereka mendapat pembinaan dari sangha, namun karena perbedaan organisasi (bukan organisasi yang dibina langsung oleh sangha) maka keinginan tersebut tidak terpenuhi. Keinginan mereka di antaranya adalah adanya khotbah, ceramah, penahbisan pandita, upasaka, pemberkahan perkawinan, rumah, kantor, dlsb. oleh sangha atau anggota sangha.

Di samping itu ada beberapa anggota sangha (dari sangha yang ada pada waktu itu berpendapat dalam banyak hal tidak ada persesuaian pemikiran, utamanya dalam hal kebijakan dalam pembinaan umat Buddha di Indonesia dan cara kepemimpinan. Dalam hal organisasi sangha menurut mereka pimpinan tidak terbuka, karena sudah beberapa tahun tidak ada rapat umum (mahasamaya), padahal mahasamaya seharusnya dilaksanakan setiap tahun.

Sementara itu ada beberapa bhikkhu muda yang baru beberapa tahun di upasampada di luar negeri dan telah berada di tanah air, juga ada beberapa bhikkhu yang di upasampada di Indonesia, yang umumnya bukan anggota (organisasi) sangha yang telah ada di Indonesia. Dalam pembinaan mereka terhadap umat Buddha di Indonesia selama beberapa tahun, telah melihat, mendengar dan menemukan kondisi umat Buddha yang tidak mendapat pembinaan dari organisasi sangha yang telah ada, begitu pula dengan informasi-informasi dari anggota sangha yang tidak sejalan dengan kebijakan organisasi dan pimpinan sangha yang ada. Di samping itu para bhikkhu baru ini dituntut oleh umat agar mematuhi dan melaksanakan vinaya kebhikkhuan sesuai dengan patimokkha yang tercantum dalam Tipitaka.

Berdasarkan adanya situasi dan kondisi umat Buddha di Indonesia
seperti itulah, maka pada sore hari tanggal 23 Oktober 1976, bertempat di Vihara Maha Dhammaloka (sekarang Vihara Tanah Putih), Semarang, beberapa orang bhikkhu dan tokoh umat yaitu: Bhikkhu Aggabalo, Bhikkhu Khemasarano, Bhikkhu Sudhammo, Bhikkhu Khemiyo dan Bhikkhu Nanavutto; Bapak Suratin MS, Bapak Mochtar Rasyid, dan Ibu Supangat, ketika sedang membicarakan hal yang penting ini, muncul
pertanyaan apakah para bhikkhu tega membiarkan umat tak dibina? Pada hal sesuai dengan perintah Sang Buddha kepada para bhikkhu yang dikirim sebagai dhammaduta pertama (yaitu 60 bhikkhu arahat, lihat Vinaya Pitaka IV) ke berbagai penjuru adalah untuk membabarkan dhamma! Juga banyak pertanyaan tentang permasalahan kehidupan beragama Buddha di Indonesia yang harus diselesaikan berdasarkan
kerjasama sangha dan umat. Demi memenuhi kehendak umat dan panggilan kewajiban, maka diskusi tercetuslah ide untuk membentuk sangha baru.


Pembentukan sangha baru perlu pertimbangan yang banyak, antara lain bukan dibentuk untuk menyaingi sangha yang sudah ada, namun hanya untuk memfasilitasi kebutuhan umat dalam hal pembinaan. Juga para bhikkhu yang akan membentuk sangha baru bukan anggota sangha yang telah ada. Bhikkhu Khemasarano telah menjadi anggota sangha yang telah ada, tetapi dalam pembicaraan akan membentuk sangha yang baru beliau menyatakan akan keluar dari sangha itu dan bergabung dengan sangha yang akan dibentuk. Syarat jumlah bhikkhu yang disebutkan dalam Tipitaka minimal berjumlah empat orang bhikkhu. Dengan demikian kuorum membentuk sangha dapat dipenuhi oleh empat bhikkhu yang telah hadir dan bukan anggota sangha yang telah ada di Indonesia. Maka dalam pertemuan itu empat orang bhikkhu ini sependapat untuk membentuk sangha baru, dan Bhikkhu Khemasarano menyetujuinya dengan menyatakan sekaligus keluar dari sangha terdahulu. Dengan demikian terbentuklah sangha baru yang dinamakan Sangha Theravada Indonesia (STI) oleh lima orang bhikkhu tersebut. Pembentukan STI ini disambut baik oleh tokoh-tokoh umat yang hadir dan yang tidak hadir, sebab setelah: sangha dibentuk langsung diinformasikan ke berbagai organisasi dan tokoh-tokoh umat Buddha di seluruh Indonesia.


Setelah STI terbentuk langsung disambung dengan rapat sangha yang menggariskan bahwa STI akan dipimpin oleh seorang Sekretaris Sangha (Maha Lekkhanadikari) dan bukan oleh Ketua (nayaka), karena pertimbangannya adalah semua anggota STI merupakan para bhikkhu muda dan baru terdiri dari lima orang bhikkhu yang kepengurusannya masih mudah. Tugas adalah melaksanakan pembinaan umat Buddha di mana saja anggota berada dan atas permintaan umat (untuk mencegah friksi yang dapat muncul di antara sangha dan organisasi umat Buddha lain). Namun sebagai dharmaduta harus melayani siapa saja yang mengundang, demi pembabaran Buddha Dhamma.

Beberapa hari kemudian, Bhikkhu Aggabalo dan Samanera Tejavanto menemui Bhikkhu Girirakkhito Thera (di Jakarta) untuk menyampaikan telah berdirinya Sangha Theravada Indonesia. Setelah informasi ini disampaikan beliau berkata antara lain " ... baiklah karena teman-teman telah mendirikan STI, saya bergabung." Setelah pertemuan dengan Bhante Girl, bersama beliau (bertiga) langsung menghadap Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, Dep. Agama RI, yang diterima oleh Dirjen, Bapak Puja, MA dan Sekditjen, Bpk drg. Willy Prajnasurya di kantor. Dalam pembicaraan dengan Bapak Dirjen, pembentukan STI dikritik, namun akhirnya beliau menerima apa adanya. Dengan demikian absahlah keberadaan STI di Indonesia karena telah diterima oleh umat dan
pemerintah.

Sumber :
30 tahun Pengabdian Sangha Theravada Indonesia, hal. 98-99
Diambil dari : http://samaggi-phala.or.id/berita/awal_sti.html

Senin, 10 Desember 2007

3 Tamu Istimewa

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.

Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut".

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"

Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar".

"Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali", kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini".

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.

"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama" , kata pria itu hamper bersamaan.

"Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut disebelahnya, "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.

Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang. Sekarang, coba Tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk kerumahmu."

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangka n sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita."

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baikjika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang. "

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita."

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."

Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.

"Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?"

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.
Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."

Kamis, 06 Desember 2007

Jaga Jarak Diantara Kita

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya, "Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?"

Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab, "Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak."

"Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?"
Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satu pun jawaban yang memuaskan.

Sang guru lalu berkata, "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak,semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."

Sang guru masih melanjutkan , "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apa pun, keduanya bisa mendengarkan nya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?"

Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban.

"Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan."

Sang guru masih melanjutkan, "Ketika Anda sedang dilanda kemarahan, jangan lah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu akan membantu Anda."