Senin, 26 Oktober 2009

Berdirinya Magabudhi (dahulu Mapanbudhi)

Oleh R. Surya Widya

Sat at 7:09pm
Didirikan oleh Romo Maha Pandita Khemanyana Karbono dan Romo Maha Pandita Sumedha Widyadharma pada tanggl 3 Oktober 1976 yang lalu di Bandung. Romo Karbono dibantu oleh Romo Drs Teja Mochtar Rashid (mantan bhikkhu Subbhato), dan dukungan juga datang dari Semarang/Jawa Tengah yaitu dari Romo Pandita Suratin dkk.

Berdirinya Mapanbudhi (Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia) bertujuan untuk mempertahankan eksistensi mazhab Theravada di Indonesia. Serangan bertubi-tubi kearah para tokoh Buddhis yang memilih mazhab Theravada dengan tuduhan yang tidak masuk akal sangat mengancam keberadaan tradisi Theravada di Indonesia. Ada ancaman serius yang ditujukan kepada para pandita yang tidak mau menggunakan istilah SAB dalam kebaktian di vihara/cetiya. Mapanbudhi harus berdiri sebelum terbentuknya Majelis Agama Buddha Indonesia, agar bisa menjadi majelis agama Buddha yang mewakili mazhab Theravada.

Sekretaris Jenderal pertama Mapanbudhi adalah MP Khemanyana Karbono dan wakilnya adalah Pandita S. Widyadarma, BBA dibantu oleh Dr. Hudoyo Hupudio sebagai sekretaris, Dr. R.Surya Widya sebagai wakil sekretaris, Drs. Djamal Bakir (sekarang Bhikkhu Khantidaro Mahathera), Drs. Teja S.M. Rashid, dan Rama Herman S. Endro, S.H. sebagai ketua bidang-ketua bidang.

Proyek pertama adalah penerbitan sebuah buku kecil yang berjudul "Ketuhanan yang Maha Esa dalam agama Buddha", agar semua pihak memahami betul bahwa umat mazhab Theravada itu bukanlah atheis dan juga bukan komunis seperti yang dituduhkan sebelumnya. Mapanbudhi waktu itu kira-kira berfungsi sebagai "bemper mobil" untuk mazhab Theravada, agar para bhikkhu dan umat awam tidak terbentur atau terserang.

Selanjutnya adalah menerima anggota dari kota dan kabupaten yang ingin bergabung dengan Mapanbudhi, yaitu para rohaniwan dari seksi kerohanian Buddha Dharma Indonesia (Budhi) yang terombang-ambing dalam keraguan, akibat Bhante Girirakkhito (bhikkhu Theravada) yang menjadi wakil ketua SAI terbukti betul betul dipermainkan dalam pengambilan keputusan.

Pada tahun 1995, Mapanbudhi berganti nama menjadi Magabudhi (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia). Para anggota Magabudhi sekarang membantu para bhiikhu dari STI untuk bersama-sama membina umat Buddha mazhab Theravada di Indonesia, juga melayani undangan ceramah dari vihara-vihara mazhab lainnya.

Rabu, 21 Oktober 2009

kata mutiara

“Perpetual optimism is a force multiplier.” Colin Powell (1937 – )
former U.S. Secretary of State

"Anything in life worth having is worth working for." Andrew Carnegie (1835-1919)
Scottish industrialist & philanthropist founder, Carnegie Steel Company

Mengalah bukan berarti Kalah. Tapi Kemenangan dari rasa Egois.
Berbahagialah ....

"Anything in life worth having is worth working for." Andrew Carnegie (1835-1919)Scottish industrialist & philanthropist founder, Carnegie Steel Company

“Act swiftly and vigorously, without "buts" and "ifs"...” Napoleon Bonaparte(1769–1821)French general and emperor

“High expectations are the key to everything." Sam Walton (1918-1992)Founder of Wal-Mart

“It is a funny thing about life; if you refuse to accept anything but the best, you very often get it.” W. Somerset Maugham (1874–1965) English writer

Senin, 25 Mei 2009

paritta persembahan makanan

Imani mayam bhante, bhattani saparivarani, bhikkhusanghassa onojayama. Sadhu no bhante bhikkhusangho. Imani bhattani, saparivarani patigganhatu, amhakam digharattam hitaya sukkhaya.

Bhante, perkenankanlah kami mempersembahkan dana makanan ini beserta kebutuhan lainnya kepada Sangha. Sudilah kiranya bhante menerimanya. Semoga kebajikan ini membawa berkah dan kebahagiaan bagi kami untuk selama-lamanya.

Sudinam vata me danam. Asavakkhayavaham nibbanam hatu me anagata kale.

Segala persembahan yang telah kupersembahkan dengan benar, semoga memberi hasil dalam memusnakan semua kotoran (asava), dan tercapainya Nibbana pada masa yang akan datang.

Patisankha yoniso pindapatam patisevami, neva davaya na madaya na mandanaya na vidhusanaya, yavadeva imassa kayassa thitiya yapanaya vihim suparatiya brahmacariyanuggahaya. Iti purananca vedanam patihankhami navanca vedanam na uppadesami, yatra ca me bhavissati anavajjata ca phasuviharo cati.

Merenungkan tujuan sebenarnya saya memakan makanan ini: bukan untuk kesenangan, bukan untuk memabukkan, bukan untuk menggemukkan badan, atau pun untuk memperindah diri; tetapi hanya untuk kelangsungan dan menopang tubuh ini, untuk menghentikan rasa tidak enak (karena lapar) dan untuk membantu kehidupan bersusila. Saya akan menghilangkan perasaan yang lama (lapar) dan tidak akan menimbulkan perasaan baru (akibat makan berlebih-lebihan). Dengan demikian akan terdapat kebebasan bagi tubuhku dari gangguan2 dan dapat hidup dengan tentram