Minggu, 16 Maret 2008

Pindapatta

Berasal dari 2 suku kata pinda dan patta
Pinta berarti gumpalan/bongkahan (makanan)
Patta berarti yang dijatuhkan (kata pasif)
Jadi pindapatta adalah bongkahan makanan yang dijatuhkan ke dalam mangkuk (patta) pada bhikkhu

Ada 5 peraturan tentang makanan bagi bhikkhu yang menjalani pindapatta :
Tekad hanya makan dari hasil pindapatta (pindapattikanga)
Menerima dana dari rumah ke rumah tanpa kecuali (sapadanacarikanga)
Makan tanpa selingan (ekasanikanga)
Memakan hanya makanan yang ada dalam mangkuk (pattapindikanga)
Tidak makan lagi setelah selesai makan (khalupacchabhattikanga)

Ada 6 kewajiban yang harus dilakukan (kiccavatta) oleh bhikkhu atau samanera yang pindapatta, yaitu :
Ia harus mengenakan jubahnya dengan rapi
Ia harus meletakkan mangkuknya di bawah jubah (mangkuk terlindungi oleh jubah)
Sebelum meninggalkan vihara, ia harus menyiapkan tempat duduknya, air minu, air pencuci tangan, pencuci kaki, pencuci mangkuk, dan perlengkapan kebhikkhuan lainnya
Ia melaksanakan pindapatta sesuai dengan tata tertib “sekhiyadhamma”
Ia hendaknya penuh perhatian pada waktu berada di tempat penduduk
Ketika ber pindapatta, seorang pindpattacarika tidak mengenakan alas kaki, maka setelah kembali ke vihara dan sebelum memakan dana makanan hasil pindapatta nya ia harus mencuci kakinya terlebih dahulu.

Apabila umat mengundang bhikkhu untuk menerima dana makanan, maka bhikkhu itu dapat menerima 3 mangkuk penuh bila ia mau. Apabila menerima lebih dari 3 mangkuk, maka ia melanggar peraturan Pacittiya. Makanan yang ia terima harus pula dibagi kepada bhikkhu lain.
Bhikkhu dilarang untuk makan di luar waktu yang telah ditentukan (lewat dari tengah hari).

Ketika sedang berpindapatta para bhikkhu selalu menjaga diri sehingga pikiran mereka tetap murni ketika sedang berpindapatta atau sedang makan, yaitu dengan cara membuang nafsu keinginan, menghapus penghalang, serta mengembangkan pengetahuan tentang Tujuh Faktor Penerangan Sempurna secara terus menerus.
Para bhikkhu hendaknya melakukan perenungan yang harus dilakukannya ketika ia menggunakan empat kebutuhan pokok, yaitu perenungan sebelum penggunaan (Tankhanikapaccavekkhana) dan perenungan setelah penggunaan (Atitapaccavekkhana)

Dengan memberikan makanan, seorang siswa (umat) yang luhur memberikan empat hal kepada penerimanya, yaitu usia panjang (ayu), keelokan (vanno), kebahagiaan (sukha) dan kekuatan (bala) dan akan mendapat pahala yang berlipat dari yang diterima oleh penerima.